Konsep Kesehatan Reproduksi
1. Kaitan Kesehatan Reproduksi dengan Bidan.
Meliputi ruang lingkup kesehatan reproduksi yang luas antara lain:
a. Kesehatan Ibu dan bayi baru lahir.
b. Pencegahan dan penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) termasuk
PMS-HIV/AIDS.
c. Pencegahan dan penanggulangan komplikasi aborsi.
d. Kesehatan reproduksi remaja.
e. Pencegahan dan penanganan infertilitas.
f. Kanker pada usia lanjut dan osteoporosis.
g. Berbagai aspek kesehatan reproduksi lain, misalnya kanker serviks, mutilasi
genetal, fistula, dll.
Bidan sebagai tenaga kesehatan berpartisipasi aktif dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, berperan aktif dalam pendidikan khususnya kesehatan untuk taraf hidup yang lebih baik yang mampu memberikan pengetahuan serta pendidikan melaui penyuluhan kepada ibu hamil, remaja, wanita menopouse dan sebagainya.
1. Definisi Kesehatan Reproduksi.
DEFINISI SEHAT (WHO)
Keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial yang utuh. Jadi sehat berarti bukan sekedar tidak ada penyakit ataupun kecacatan, tetapi juga kondisi psikis dan sosial yang mendukung perempuan untuk melalui proses reproduksi baik perempuan maupun laki-laki berhak mendapatkan standar kesehatan yang setinggi-tingginya, karena kesehatan merupakan hak asasi manusia yang telah diakui dunia internasional.
DEFINISI KESEHATAN REPRODUKSI
Istilah reproduksi berasal dari kata “re” yang artinya kembali dan kata produksi yang artinya membuat atau menghasilkan. Jadi istilah reproduksi mempunyai arti suatu proses kehidupan manusia dalam menghasilkan keturunan demi kelestarian hidupnya. Sedangkan yang disebut organ reproduksi adalah alat tubuh yang berfungsi untuk reproduksi manusia.
Menurut BKKBN (2001), defenisi kesehatan reproduksi adalah kesehatan secara fisik, mental, dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit dan kecacatan.
Sedangkan menurut ICPD (1994) kesehatan reproduksi adalah sebagai hasil akhir keadaan sehat sejahtera secara fisik, mental, dan sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala hal yang terkait dengan sistem, fungsi serta proses reproduksi.
Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat secara menyeluruh mencakup fisik, mental dan kehidupan sosial,yang berkaitan dengan alat,fungsi serta proses reproduksi. Dengan demikian kesehatan reproduksi bukan hanya kondisi bebas dari penyakit,melainkan bagaimana seseorang dapat memiliki kehidupan seksual yang aman dan memuaskan sebelum menikah dan sesudah menikah.
2. Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi dalam Siklus Kehidupan.
RUANG LINGKUP KESEHATAN REPRODUK
Menurut Depkes RI (2001) ruang lingkup kesehatan reproduksi sebenarnya sangat luas, sesuai dengan definisi yang tertera di atas, karena mencakup keseluruhan kehidupan manusia sejak lahir hingga mati. Dalam uraian tentang ruang lingkup kesehatan reproduksi yang lebih rinci digunakan pendekatan siklus hidup (life-cycle approach), sehingga diperoleh komponen pelayanan yang nyata dan dapat dilaksanakan.
Untuk kepentingan Indonesia saat ini, secara nasional telah disepakati ada empat komponen prioritas kesehatan reproduksi, yaitu :
1. Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir
2. Keluarga Berencana
3. Kesehatan Reproduksi Remaja
4. Pencegahan dan Penanganan Penyakit Menular Seksual, termasuk HIV/AIDS.
Secara lebih luas, ruang lingkup kespro meliputi :
1. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir
2. Keluarga Berencana
3. Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi ( ISR ), trmasuk PMS-HIV / AIDS
4. Pencegahan dan penangulangan komplikasi aborsi
5. Kesehatan Reproduksi Remaja
6. Pencegahan dan Penanganan Infertilitas
7. Kanker pada Usia Lanjut dan Osteoporosis
8. Berbagi aspek Kesehatan Reproduksi lain misalnya kanker serviks, mutilasi genetalia, fistula dll.
Dalam penerapanya di pelayanan kesehatan, komponen kespro yang masih menjadi masalah di Indonesia adalah ( PKRE) Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial, terdiri dari :
1. Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir
2. Keluarga Berencana
3. Kesehatan Reproduksi Remaja
4. Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi ( ISR ), trmasuk PMS-HIV / AIDS
5. Paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Komprehensif (PKRK) ditambah Kesehatan Reproduksi Usia Lanjut
D. PENDEKATAN SIKLUS HIDUP
Pendekatan yang diterapkan dalam menguraikan ruang lingkup kesehatan reproduksi adalah pendekatan siklus hidup, yang berarti memperhatikan kekhususan kebutuhan penanganan sistem reproduksi pada setiap fase kehidupan, serta kesinambungan antar-fase kehidupan tersebut. Dengan demikian, masalah kesehatan reproduksi pada setiap fase kehidupan dapat diperkirakan, yang bila tak ditangani dengan baik maka hal ini dapat berakibat buruk pada masa kehidupan selanjutnya. Dalam pendekatan siklus hidup ini dikenal lima tahap, yaitu :
1. Konsepsi
2. Bayi dan anak
3. Remaja
4. Usia subur
5. Usia lanjut
3. Sejarah Kesehatan Reproduksi.
Pada tahun 1990 muncul pandangan baru tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi perempuan berdasarkan HAM hal ini ditandai dengan terselenggaranya beberapa conferensi internasional yang membahas hal tersebut diantaranya:
1. Konferensi Wina Austria 1993
Konferensi internasional tentang HAM di Wina pada tahun 1993 mendiskusikan HAM dalam perspektif Gender serta isu-isu kontropersial mengenai hak-hak reproduksi dan seksual. Deklarasi dan plaform aksi Wina menyebutkan bahwa “hak azasi perempuan dan anak perempuan adalah mutlak, terpadu dan merupakan bagian dari HAM” (Wallstam dalam Pusdiknakes 2004).
2. ICPD Kairo Mesir 1994
Population and Depelopmen/ICPD). Yang disponsori oleh perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di Kairo Mesir pada tahun 1994, dihadiri oleh 11.000 perwakilan dan lebih 180 negara. Konfrensi tersebut melahirkan kebijakan baru tentang pembangunan dan kependudukan, seperti tercantum dalam program aksi 20 tahun, yang tidak lagi terfokus pada pencapaian target populasi tertentu tetapi lebih ditujukan pada upaya penstabilan laju pertumbuhan penduduk yang beronientasi pada kepentingan pembangunan manusia. Program aksi ini menyerukan agar setiap negara meningkatkan status kesehatan, pendidikan dan hak-hak individu khususnya bagi perempuan dan anak-anak dan mengintegrasikan program keluarga berencana (KB) kedalam agenda kesehatan perempuan yang lebih luas.
Bagian terpenting dan program tersebut adalah penyediaan pelayanan kesehatan reproduksi yang menyeluruh, yang memadukan KB, pelayanan kehamilan dan persalinan yang aman, pencegahan pengobatan infeksi menular seksual/IMS (termasuk HIV), informasi dan konseling seksualitas, serta pelayanan kesehatan perempuan mendasar lainnya. Termasuk penghapusan bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan seperti sunat perempuan, jual beli perempuan, dan berbagai bentuk kekerasan lainnya.
Konfrensi Perempuan Se Dunia ke 4 di Beijing China/FWCW (1995)
Deklarasi dan flatform aksi Beijing (Fort Word Confren on Women/FWCW (4-15 September 1995) yang diadofsi oleh perwakilan dari 189 negara mencerminkan komitmen internasional terhadap tujuan kesetaraan, pengembangan dan perdamaian bagi seluruh perempuan di Dunia. Flatform tersebut terdiri dari 6 bab, mengidentifikasikan 12 “Area Kritis kepeduhan “(12 critical areas of consern) yang dianggap sebagai penghambatan utama kemajuan perempuan yaitu:
1. Kemiskinan
Jumlah perempuan yang hidup dalam kemiskinan lebih banyak daripada laki-laki karena terbatasnya akses perempuan terhadap sumber-sumber ekonomi misalnya: lapangan pekerjaan, kepemilikan harta benda, pendidikan dan pelatihan serta pelayanan masyarakat (misalnya: kesehatan)
2. Pendidikan dan pelatihan
Pendidikan merupakan HAM dan sarana penting untuk mencapai kesetaraan, dan pengembangan dan perdamaian. Namun, anak perempuan mengalami diskriminasi akibat pandangan budaya, pernikahan dan kehamilan dini, keterbatasan akses pendidikan dan materi pendidikan yang bias gender.
3. Kesehatan.
Kesehatan perempuan mencakup kesejahteraan fisik dan emosi mereka, yang tidak hanya dipengaruhi oleh faktor biologi tetapi juga turut ditentukan oleh kontest sosial, politik dan ekonomi . Tercapainya standar kesehatan fisik tertinggi penting bagi kehidupan dan kesejahteraan perempuan. Hal ini mendukung perempuan untuk berpartisipasi baik di masyarakat maupun dalam kehidupan pribadinya.
4. Kekerasan perempuan dan anak perempuan.
Kekerasan pempuan dan anak perempuan subyek kekerasan fisik, seksual dan psikologis yang terjadi tanpa dibatasi oleh status sosial ekonomi dan budaya baik di kehidupan pribadi maupun di masyarakat. Segala bentuk kekerasan berarti melanggar merusak atau merenggut kemerdekaan perempuani untuk menikmati hak asasinya.
5. Konflik bersenjata
Selama konflik bersenjata, perkosaan merupakan cara untuk memusnahkan kelompok masyarakat/suku, praktik-praktik tersebut harus dihentikan dan pelakunya harus dikenai sanksi hukum.
6. Ekonomi
Perempuan jarang dilibatkan dalam pengambilan keputusan ekonomi dan sering diperlakukan secara tidak layak (seperti gaji rendah, kondisi kerja yang tidak memadai dan terbatasnya kesempatan kerja profesional)
7. Pengambilan Keputusan
Keterwakilan perempuan dalam pengambilan keputusan belum mencapai target 30% di hampir semua tingkatan pemenintah, sebagaimana telah ditetapkan oleh Lembaga Sosial dan Ekonomi PBB (theUN Ekonomic and Social Council) pada tahun 1995.
8. Mekanisme lnstitusional.
Perempuan sering terpinggirkan dalam struktur kepemerintahan nasional seperti tidak memiliki mandat yang jelas, keterbatasan sumber sumber daya dan dukungan dari para politisi nasional.
9. Hak Azasi Manusia
Hak azasi manusia bersifat universal. Dinikmatinya hak-hak tersebut secara penuh dan setara oleh perempuan dan anak perempuan merupakan kewajiban pemerintah dan PBB dalam mencapai kemajuan perempuan.
10. Media
Media masih tenus menonjolkan gambar yang negatif dan merendahkan perempuan misalnya menampilkan kekerasan, pelecehan dan pornografi yang berdampak buruk bagi perempuan.
11. Lingkungan
Perusakan alam menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan kesejahteraan dan kwalitas hidup masyarakat terhadap perempuan di segala usia.
12. Diskriminasi.
Diskriminasi sudah dialami perempuan sejak awal kehidupannya. Perilaku dan praktik-praktik yang berbahaya menyebabkan banyak anak perempuan tidak mampu bertahan hidup hingga usia dewasa. Kurangnya perlindungan hukum atau kegagalan dalam penerapannya, menyebabkan anak-anak perempuan rentan terhadap segala bentuk kekerasan, serta mengalami konsekuensi hubungan seksual usia dini dan tidak aman, termasuk HIV/AIDS.
Telaah Lima Tahunan: ICPD + 5 (1999).
Lima tahun sejak ICPD Kairo PBB mengundang para pemimpin negara untuk membahas tentang kemajuan dan kegagalan pemerintah dalam melaksanakan kebijakan yang terkait dengan pembangunan dan kependudukan (PRB 2000)
Pada ICPD + 5, isu seksualitas remaja dan abors, masih mengundang kontroversi. Seain itu, muncul kontroversi baru mengenai kontrasepsi darurat dan peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam negosiasi antar pemerintah. Pertemuan ICPD + 5 ditutup dengan mengadopsi “beberapa tindak lanjut penerapan program aksi ICPD termasuk di dalamnya adalah target baru untuk tahun 2015 yang mempertajam fokus dan tujuan-tujuan pada tahun 1994.
Target Baru 2015 ICPD + 5 menetapkan target untuk mengukur penerapan ICPD yaitu:
1. Akses terhadap pendidikan dasar pada tahun 2015, meningkatnya keikutsertaan anak laki-laki dan perempuan di sekolah dasar hingga sekurang-kurannya 90% sebelum 2010; serta menurunnya angka buta hurup pada perempuan dan anak-anak perempuan pada tahun 1990 hingga setengahnya pada tahun 2005.
2. Semua fasilitas kesehatan menyediakan metode-metode KB yang mau dan efektif, pelayanan kebidanan, pencegahan dan penanganan infeksi saluran reproduksi dan infeksi menular seksual (ISR/IMS), serta metode pelindung untuk mencegah infeksi, baik secara langsung maupun rujukan.
3. Mengurangi kesenjangan antara pemakaian kontrasepsi dengan proporsi individu yang ingin membatasi jumlah anak dengan atau menjarangkan kehamilan, tanpa menggunakan target atau kuota.
4. Memastikan bahwa sekurangnya 60% persalinan ditolong oleh tenaga terlatih terutama di negara negara dengan kematian ibu yang tinggi.
5. Pelayanan pencegahan HIV untuk laki-laki dan perempuan muda usia 15-24 tahun. Termasuk penyediaan kondom laki-laki dan perempuan pemeriksaan secara sukarela, konseling dan tindak lanjut.
5. HAM dan Hak Kesehatan Reproduksi
Hak Reproduksi
Sebelum tahun 1960, beberapa konsesus PBB tentang populasi tidak menfokuskan pada hak kesehatan reproduksi. Demikian pula dengan konvensi tentang perempuan, juga belum memberi penekanan pada HAM atau isu yang mempedulikan reprodusi dan seksualitas. Pada konfrensi HAM I yang diselenggarakan di Teheran tahun 1960, mulai menyebutkan adanya hak untuk menentukan dan jumlah serta jarak anak. Konfrensi HAM ke II pada tahun 1993 di Viena mulai membuat tahapan mengenai hasil konvensi di Kairo dan Beijing yang menegaskan bahwa hak perempuan adalah HAM yang memangkas semua bentuk diskriminasi berdasarkan seks harus menjadi prioritas pemerintah. Dari konfrensi ini akhirnya perempuan mempunyai hak untuk menikmati standar tertinggi dari kesehatan fisik dan psikis sepanjang kehidupan termasuk Hak untuk akses dan pelayanan Kesehatan yang layak. Ada beberapa hak yang digunakan untuk melindungi dan meningkatkan Kesehatan Gender dalam kesehatan Reproduksi dan Kesehatan seksual (Wiknjosastro,2006:18). Menuliskan bahwa kesehatan Reproduksi merupakan HAM. Baik ICPD 1994 di Kairo maupun FWCW 1995 di Beijing mengakui Hak-hak Reproduksi sebagai bagian yang tak terpisahkan dan mendasar dari kesehatan Reproduksi dan Seksual.
Hak reproduksi mencakup HAM tertentu yang sudah diakui dalam hukum-hukum nasional, dokumen-dokumen HAM internasional dan dokumen-dokumen konsensus PBB lain yang relevan. Hak-hak ini didasarkan pada pengakuan dan hak-hak Asasi semua pasangan dan pribadi untuk menentukan secara bebas dan bertanggung jawab mengenai jumlah anak, penjarakan anak, dan menentukan waktu kelahiran anak-anak. Mereka mempunyai informasi dan cara memperolehnya, serta hak untuk mencapai standar tertinggi kesehatan seksual dan reproduksi. Hal ini juga mencakup hak semua orang untuk membuat keputusan mengenai reproduksi yang bebas dari diskriminasi, paksaan, dan kekerasan seperti dinyatakan dalam dokumen-dokumen HAM. Untuk melaksanakan Hak tersebut, mereka harus mempertimbangkan kebutuhan kehidupan anak-anak mereka yang sekarang dan pada masa mendatang, serta tanggung jawab mereka terhadap masyarakat (Dwiyanto A., Darwin M., 1996:22).
Hak-hak reproduksi yang dituliskan oleh Widyastuti dkk (2009:3) menurut kesepakatan dalam konferensi Internasional kependudukan dan pembangunan bertujuan untuk mewujudkan kesehatan bagi individu secara utuh, baik kesehatan jasmani maupun rohani, melliputi:
1. Hak mendapatkan informasi dan pendidikan kesehatan dan reproduksi.
2. Hak mendapatkan pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi.
3. Hak kebebasan berfikir tentang pelayanan kesehatan reproduksi.
4. Hak untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan.
5. Hak untuk menentukan jumlah dan jarak kelahiran anak.
6. Hak atas kebebasan dan keamanan berkaitan dengan kehidupan reproduksinya.
7. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk perlindungan dari peerkosaan, kekerasan, penyiksaan, dan pelecehan seksual.
8. Hak mendapatkan manfaat kemajuan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi.
9. Hak atas pelayanan dan kehidupan reproduksinya.
10. Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga.
11. Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan berkeluarga dan kehidupan reproduksi.
12. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi.
Melalui UU No.7/1984, Pemerintah Indonesia bertanggung jawab secara simultan melaksanakan peraturan-peraturan dibawah ini.
Hak-hak tersebut lebih kearah hak-hak sipil dan hak-hak politis misalnya:
Hak untuk hidup, bebas dari tekanan, bersuara, dan mendapatkan informasi. Sedangkan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya misalnya mendapat pendidikan, bekerja, dan standar hidup yang sehat baik fisik dan mental (Winkjosastro dkk,2006:20).
Winkjosastro dkk (2006:20) menuliskan dalam setiap hak, pemerintah mempunyai tiga tingkat peraturan:
1. Menghormati HAM yang berarti Pemerintah tidak melakukan kekerasan.
2. Melindungi HAM yang berarti Pemerintah membuat suatu Hukum yang mengatur mekanisme untuk melindungi dari kekerasan.
3. Memenuhi HAM yang berarti Pemerintah mengambil suatu tindakan yang bertahap ditepatkan dalam suatu peraturan yang prosedural (Sesuai prosedur) dalam suatu institusi.
Pembukaan, Tap.No.XVII/MPR/1998, HAM adalah Hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrati, universal, dan abadi sebagai anugerah Tuhan YME, meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan, dan kesejahteraan, yang oleh kerena itu tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun. Selanjutnya manusia mempunyai hak dan tanggung jawab yang timbul sebagai akibat perkembangan kehidupannya dalam masyarakat.
Pembentukan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap perempuan (1998), pengesahan Undang-Undang No.39/1999 untuk pertama kalinya secara hukum dinyatakan bahwa Hak-Hak perempuan sebagai Hak Asasi Manusia.
HAM, termasuk Hak politik perempuan (winkjosastro dkk,2006:21).